Maksud dari an-najasah (sesuatu yang najis) adalah al-qadzarah (sesuatu yang kotor). Seorang muslim harus berusaha menjauhkan diri darinya dan mencuci apa yang terkena olehnya.
Allah Swt. berfirman,
"Dan bersihkanlah pakain-pakaianmu," (QS al-Muddatstsir [74]:4)
"...Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri," (QS al-Baqarah [2]:222).
Rasulullah Saw. bersabda,
"Kesucian adalah sebagian dari iman."
Ada banyak pembahasan tentang najasah sebagai berikut:
A. Jenis-Jenis Najis
B. Cara Menyucikan Tubuh dan Pakaian
C. Cara Menyucikan Tanah
D. Cara Menyucikan Minyak Samin dan Sejenisnya
E. Cara Menyucikan Kulit Bangkai
G. Cara Menyucikan Sandal
H. Cara Menyikapi Benda atau Tubuh yang Dicurigai Terkena Najis
1. Tali yang dipakai untuk menjemur benda yang terkena najis, kemudian tali itu kering akibat terkena sinar matahari atau hembusana gnin, maka ia bisa dipakai untuk menjemur benda suci setelah itu.
2. Jika seseorang terkena sesuatu, tapi ia tidak tahu apakah itu air(suci) ataukah air kencing, maka ia tidak berkewajiban menanyakan hal itu. Orang yang mengetahui akan sesuatu mengenainya juga tidak wajib untuk menjawab, meski ia tahu bahwa benda itu najis. Jika seperti itu, orang itu tidak wajib untuk membersihkan dan mencucinya.
3. Jika ada sesuatu yang tidak diketahui mengenai kaki atau ujung baju seseorang pada malam hari, ia tidak berkewajiban untuk mencium aroma benda itu untuk mencari tahu. Suatu ketika, Umar bin Khathab ra. berjaan bersama temannya, lalu ada sesuatu yang jatuh yang mengenainya dari timbangan milik seseorang. Temannya berkata, "Wahai pemilik timbangan apakah air milikmu itu suci ataukah najis?" Kata Umar, "Pemilik timbangan, jangan beritahu kami!" Lalu ia pergi.
4. Debu-debu jalanan yang mengenai seseorang tidak wajib untuk disucikan. Kumail bin Ziyad berkata, "Aku melihat Ali ra. melewati tanah becek akibat hujan, lalu masuk ke dalam masjid dan melaksanakan shalat, tanpa terlebih dahulu membersihkan kedua kakinya."
5. Jika ada seseorang usai melaksanakan shalat, lalu ia melihat ada najis yang mengenai tubuh atau pakainnya, tapi ia tidak mengetahu hal itu; atau ia tahu, tapi lupa; atau ia sebenarnya tidak lupa, tapi tidak bisa membersihkannya; maka shalatnya sah dan ia tidak usah mengulangi shalatnya itu. Allah Swt. berfirman,
"...Dan tidak ada dsosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu...,"(QS al-Ahzab[33]:5).
Pendapat seperti di atas telah menjadi kesepakatan para sahabat dan tabi'in.
6. Siapa saja yang tidak tahu letak najis yang mengenai pakainnya, maka ia wajib untuk mencuci secara keseluruhan pakain itu. Hal itu karena, hanyadengan cara itu ia akan yakin bahwa pakainnya itu menjadi suci secara kesuluruhan. Kasus jenis ini termasuk kaidah fiqih, " Apa yang menjadi syatay kesempurnaan suatu kewajiban, maka ia juga menjadi wajib."
7. Jika seseorang ragu, manakah pakaian yang bersih dan manakah pakaian yang najis, maka ia sebaiknya berhati-hati; ia boleh melaksanakan shalat dengan mengenakan satu pakaian untuk satu kali shalat saja, baik pakaian yang suci itu banyak maupun sedikit. Kasus ini serupa dengan permasalahan kiblat damal shalat.
Allah Swt. berfirman,
"Dan bersihkanlah pakain-pakaianmu," (QS al-Muddatstsir [74]:4)
"...Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri," (QS al-Baqarah [2]:222).
Rasulullah Saw. bersabda,
Ada banyak pembahasan tentang najasah sebagai berikut:
A. Jenis-Jenis Najis
B. Cara Menyucikan Tubuh dan Pakaian
Jika tubuh dan pakaian terkena najis yang dapat dilihat oleh mata, seerti dara, maka wajib hukumnya untuk membasuh keduanya dengan air, hingga najis itu hilang. Apabila ada sesuatu yang masih tersisa dan sangat sulit untuk dihilangkan, maka hal itu dimaafkan. Jika najis yang mengenai tubuh atau pakaian bukanlah sesuatu yang terlihat, seperti air kencing, maka hal itu cukup dibasuh sekali. Asma binti Abu Bakar ra. berkata, "Ada seorang perempuan datang kepada Rasullah Saw. Ia berkata, 'Pakaian salah seorang dari kami terkena darah haid. Apa yang harus dia lakukan? Beliau Saw. bersabda,
'Gosoklah (noda itu) dengan jari-jari tangan, lalu basuhlah dengan air, setelah itu dia sudah bisa memakainya untuk shalat.'"
Jika ujung pakaian perempuan itu terkena najis, maka najis itu akan suci oleh tanah. Seorang perempuan berkata kepada Ummu Salamah ra.
" Pakaian saya sangat panjang, lalu saya berjalan di tempat yang kotor."
Kata Ummu Salamah, "Rasulullah Saw. bersabda,
'Najis itu akan suci oleh (tanah) setelah-nya.'"
Tanah yang najis karena terkena kotoran atau najis, akan menjadi suci dengan menyiramnya dengan air. Abu Hurairah ra. menceritakan bahwa ada seorang a'rabi (orang Arab pedalaman) berdidri dan kencing di masjid. Orang-orang bangkit dan ingin menhajarnya. Tetapi Rasulullah Saw. berkata,
"Biarkan dia. Sirami kencingnya dengan ember atau timba air sesungguhnya kalian diutus untuk mempermudah, bukan untuk mempersulit."
Tanah juga sesuatu yang terhubung dengannya, seperti pohon dan bangunan menjadi suci jika kering. Abu Qilabah mengatakan, "Keringnya tanah menandakan kesuciannya." Aisyah ra. berkata, "Tanah menjadi suci jika ia kering."
Penjelasan di atas terkait dengan najis yang cair. Adapun najis yang padat. maka cara penyuciannya adalah dengan menghilangkan wujud najis itu, atau memindahkannya.
D. Cara Menyucikan Minyak Samin dan Sejenisnya
Maimunah ra. menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya tentang seekor tikus yang jatuh ke dalam minyak samin. Beliau menjawab,
"Buanglah tikus itu, dan buang juga area tempat a jatuh dan sekitarnya. Lalu makanlah samin kalian."
Al-Hafizh mengatakan, "Ibnu Abdil Barr menceritakan kesepakatan ulama bahwa sesuatu yang padat, jika terkena bangkai, maka tempat itu dan sekitarnya harus dibuang. Hal itu dengan catatan tidak ada anggota bangkai yang tersebar, kecuali pada area itu. Adapun sesuatu yang cair, ulama bebeda pendapat. Sebagian besar ulama mengatakan bahwa ia akan menjadi najis jika terkena bangkai. Namun, Zuhri dan Auza'i berbeda pendapat atas hal itu."
E. Cara Menyucikan Kulit Bangkai
Kulit bangkai menjadi suci dengan proses samak (dibag). Ibnu Abbas ra. meenceritakan bahwa Rasulullah Saw. berkata
"Jikakulit sudah disamak, maka ia telah menjadi suci."
F. Cara Menyucikan Cermin dan Sejenisnya
"Jikakulit sudah disamak, maka ia telah menjadi suci."
F. Cara Menyucikan Cermin dan Sejenisnya
Cermin, pisau, pedang, kuku, tulang, kaca, dan benda-benda yang licin serta mengkilat lainnya cukup dibersihkan dengan cara mengusapnya, hingga najis yang mengenainya menjadi hilang. Dulu, para sahabat ra. melaksanakan shalat sambil membawa peadng mereka, padahal pedang mereka terkena darah. Mereka hanya mengusap darah itu, dan itu sudah cukup bagi mereka.
Sandal dan khuf (semacam sepatu musim dingin) yang terkena najis akan menjadi suci hanya dengan persentuhannya dengan tanah. Abu Hurairah ra. menceritakan bahwa Rasulullah Saw. berkata,
"Jika sandal salah seorang dari kalian menginjak kotoran, maka tanah akan membersihkan kotoran itu."
Riwayat lain menyebutkan,
"Jika seseorang menginjak kotoran dengan kedua sepatu dinginnya (khaf), maka tanahlah yang akan membersihkan kedua sandalnya."
Abi Said menceritakan bahwa Rasulullah Saw. berkata,
"Jika salah seorang di antara kalian pergi ke masjid, maka baliklah sandalnya. Perhatikan, jika ada kotoran (menempel) di sana, maka usaplah dengan tanah. Lalu laksanakanlah shalat (menggunakan) kedua sandal itu."
Sandal memang sering sekali terkena kotoran. Karena itu, ia cukup diusap benda-benda padat, seperti batu yang dipakai untuk istinja. Bahkan, hal itu lebih utama karena batu istinja bisa membersihkan kotoran sebanya dua hingga tiga kali.
H. Cara Menyikapi Benda atau Tubuh yang Dicurigai Terkena Najis
1. Tali yang dipakai untuk menjemur benda yang terkena najis, kemudian tali itu kering akibat terkena sinar matahari atau hembusana gnin, maka ia bisa dipakai untuk menjemur benda suci setelah itu.
2. Jika seseorang terkena sesuatu, tapi ia tidak tahu apakah itu air(suci) ataukah air kencing, maka ia tidak berkewajiban menanyakan hal itu. Orang yang mengetahui akan sesuatu mengenainya juga tidak wajib untuk menjawab, meski ia tahu bahwa benda itu najis. Jika seperti itu, orang itu tidak wajib untuk membersihkan dan mencucinya.
3. Jika ada sesuatu yang tidak diketahui mengenai kaki atau ujung baju seseorang pada malam hari, ia tidak berkewajiban untuk mencium aroma benda itu untuk mencari tahu. Suatu ketika, Umar bin Khathab ra. berjaan bersama temannya, lalu ada sesuatu yang jatuh yang mengenainya dari timbangan milik seseorang. Temannya berkata, "Wahai pemilik timbangan apakah air milikmu itu suci ataukah najis?" Kata Umar, "Pemilik timbangan, jangan beritahu kami!" Lalu ia pergi.
4. Debu-debu jalanan yang mengenai seseorang tidak wajib untuk disucikan. Kumail bin Ziyad berkata, "Aku melihat Ali ra. melewati tanah becek akibat hujan, lalu masuk ke dalam masjid dan melaksanakan shalat, tanpa terlebih dahulu membersihkan kedua kakinya."
5. Jika ada seseorang usai melaksanakan shalat, lalu ia melihat ada najis yang mengenai tubuh atau pakainnya, tapi ia tidak mengetahu hal itu; atau ia tahu, tapi lupa; atau ia sebenarnya tidak lupa, tapi tidak bisa membersihkannya; maka shalatnya sah dan ia tidak usah mengulangi shalatnya itu. Allah Swt. berfirman,
"...Dan tidak ada dsosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu...,"(QS al-Ahzab[33]:5).
Pendapat seperti di atas telah menjadi kesepakatan para sahabat dan tabi'in.
6. Siapa saja yang tidak tahu letak najis yang mengenai pakainnya, maka ia wajib untuk mencuci secara keseluruhan pakain itu. Hal itu karena, hanyadengan cara itu ia akan yakin bahwa pakainnya itu menjadi suci secara kesuluruhan. Kasus jenis ini termasuk kaidah fiqih, " Apa yang menjadi syatay kesempurnaan suatu kewajiban, maka ia juga menjadi wajib."
7. Jika seseorang ragu, manakah pakaian yang bersih dan manakah pakaian yang najis, maka ia sebaiknya berhati-hati; ia boleh melaksanakan shalat dengan mengenakan satu pakaian untuk satu kali shalat saja, baik pakaian yang suci itu banyak maupun sedikit. Kasus ini serupa dengan permasalahan kiblat damal shalat.
No comments:
Post a Comment