Toby E. Huff, dalam bukunya “The Rise of Early Modern Science”, menyatakan bahwa dari abad ke-8 hingga akhir abad ke-14, sains Islam merupakan sains yang paling maju di dunia, jauh melampaui Barat dan China. Sayangnya, mengapa kita hanya bernostalgia dengan masa lalu?
Mulyadhi Kartanegara, dalam bukunya Tradisi Ilmah Islam, menyebutkan faktor terpenting yang membuat umat Islam berjaya di masa lalu, yaitu karena mereka memiliki “tradisi ilmiah”. Kaum muslimin saat itu benar-benar terinspirasi oleh wahyu yang pertama turun, yaitu perintah “membaca”. Mereka benar-benar menjadikan kegiatan “membaca” sebagai budaya/ tradisi dalam kehidupan sehari-hari.
Hasilnya, terlahirlah para ilmuwan handal di berbagai bidang keilmuan dengan karya-karya yang menakjubkan. Ibnu Sina (Avicenna) adalah salah satunya. Dia lebih dikenalnya sebagai bapak kedokteran dunia, al-Qanin fi at-tibb adalah karya terbesarnya. Di samping itu, ia juga pakar di bidang lain, seperti filsafat. Salah satu karyanya di bidang filsafat ialah kitab al-Inșaf. Kitab ini memuat 28.000 masalah filsafat dan ditulis hanya dalam waktu enam bulan. Jika diasumsikan setiap satu masalah membutuhkan satu halaman, maka al-Inshaf adalah buku setebal 28.000 halaman. Itu artinya Ibnu Sina menulis lebih dari 155 halaman setiap hari selama enam bulan.
Contoh lain, Ibnu Jarir al-Thabari yang merupakan salah seorang pakar tafsir, menulis 40 halaman setiap hari selama 40 tahun. Masih banyak contoh inspiratif yang lain, yang menggambarkan betapa sebagian besar usia mereka dihabiskan untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
Jadi rahasianya adalah kaum muslimin di masa lalu dapat mencapai puncak peradaban dan membawa pencerahan bagi dunia karena mereka mencintai ilmu. Karena mereka mewarisi tradisi Islam tersebut, bangsa-bangsa Barat sekarang mengalami kemajuan yang pesat.
Sayangnya, umat Islam justru hanya bangga dengan kejayaan masa lalu, dan tidak mewarisi tradisinya, sehingga wajar saja jika umat Islam hari ini terpuruk.
Mulyadhi Kartanegara, dalam bukunya Tradisi Ilmah Islam, menyebutkan faktor terpenting yang membuat umat Islam berjaya di masa lalu, yaitu karena mereka memiliki “tradisi ilmiah”. Kaum muslimin saat itu benar-benar terinspirasi oleh wahyu yang pertama turun, yaitu perintah “membaca”. Mereka benar-benar menjadikan kegiatan “membaca” sebagai budaya/ tradisi dalam kehidupan sehari-hari.
Hasilnya, terlahirlah para ilmuwan handal di berbagai bidang keilmuan dengan karya-karya yang menakjubkan. Ibnu Sina (Avicenna) adalah salah satunya. Dia lebih dikenalnya sebagai bapak kedokteran dunia, al-Qanin fi at-tibb adalah karya terbesarnya. Di samping itu, ia juga pakar di bidang lain, seperti filsafat. Salah satu karyanya di bidang filsafat ialah kitab al-Inșaf. Kitab ini memuat 28.000 masalah filsafat dan ditulis hanya dalam waktu enam bulan. Jika diasumsikan setiap satu masalah membutuhkan satu halaman, maka al-Inshaf adalah buku setebal 28.000 halaman. Itu artinya Ibnu Sina menulis lebih dari 155 halaman setiap hari selama enam bulan.
Contoh lain, Ibnu Jarir al-Thabari yang merupakan salah seorang pakar tafsir, menulis 40 halaman setiap hari selama 40 tahun. Masih banyak contoh inspiratif yang lain, yang menggambarkan betapa sebagian besar usia mereka dihabiskan untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
Jadi rahasianya adalah kaum muslimin di masa lalu dapat mencapai puncak peradaban dan membawa pencerahan bagi dunia karena mereka mencintai ilmu. Karena mereka mewarisi tradisi Islam tersebut, bangsa-bangsa Barat sekarang mengalami kemajuan yang pesat.
Sayangnya, umat Islam justru hanya bangga dengan kejayaan masa lalu, dan tidak mewarisi tradisinya, sehingga wajar saja jika umat Islam hari ini terpuruk.
No comments:
Post a Comment