Dalam mendakwahkan ajaran-ajaran Islam yang sangat fundamental dan universal, Rasulullah saw. tidak serta-merta melakukannya dengan tergesa-gesa. Ia mengerti benar bagaimana kondisi masyarakat Arab saat itu yang bergelimang dengan kemaksiatan dan praktik-praktik kemunkaran. Mengubah pola pikir dan kebiasaan-kebiasaan atau adat-istiadat bangsa Arab khususnya kaum Quraisy bukanlah perkara mudah. Kebiasaan yang telah dilakukan secara turun-temurun sejak ratusan tahun silam, ditambah lagi dengan pengaruh agama Nasrani dan Yahudi yang sudah dikenal lama bahkan sudah banyak penganutnya.
Ada dua tahapan yang dilakukan Rasulullah saw. dalam menjalankan misi dakwah tersebut, yaitu dakwah secara sembunyi-sembunyi yang hanya terbatas di kalangan keluarga dan sahabat terdekat dan dakwah secara terang-terangan kepada khalayak ramai.
1. Dakwah secara Rahasia/Diam-diam (al-Da’wah bi al-Sirr)
Agar tidak menimbulkan keresahan dan kekacauan di kalangan masyarakat Quraisy, Rasulullah saw. memulai dakwahnya secara sembunyi-sembunyi (al-Da’wah bi al-Sirr). Hal tersebut dilakukan mengingat kerasnya watak suku Quraisy dan keteguhan mereka berpegang pada keyakinan dan penyembahan berhala. Pada tahap ini, Rasulullah saw. memfokuskan dakwah Islam hanya kepada orang-orang terdekat, yaitu keluarga dan para sahabatnya. Rumah Rasulullah saw (Dārul Arqam) dijadikan sebagai pusat kegiatan dakwah. Di tempat itulah, ia menyampaikan risalah-risalah tauhid dan ajaran Islam lainnya yang diwahyukan Allah Swt. kepadanya. Rasulullah saw. secara langsung menyampaikan dan memberikan penjelasan tentang ajaran Islam dan mengajak pengikutnya untuk meninggalkan agama nenek moyang mereka, yaitu dari menyembah berhala menuju penyembahan kepada Allah Swt. Karena sifat dan pribadinya yang sangat terpercaya dan terjaga dari hal-hal tercela, tanpa ragu para pengikutnya, baik dari kalangan keluarga maupun para sahabat menyatakan ketauhidan dan keislaman mereka di hadapan Rasulullah saw.
Orang-orang pertama (as-sābiqunal awwalμn) yang mengakui kerasulan Nabi Muhammad saw. dan menyatakan keislamannya adalah: Siti Khadijah (istri), Ali bin Abi Thalib (adik sepupu), Zaid bin Harisah (pembantu yang diangkat menjadi anak), dan Abu Bakar Siddik (sahabat). Selanjutnya secara perlahan tapi pasti, pengikut Rasulullah saw. makin bertambah. Di antara mereka adalah Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Said bin Abi Waqas, Abdurrahman bin ‘Auf, Taha bin Ubaidillah, Abu Ubaidillah bin Jarrah, Fatimah bin Khattab dan suaminya Said bin Zaid al-Adawi, Arqam bin Abil Arqam, dan beberapa orang lainnya yang berasal dari suku Qurasy.
Bagaimana ajaran Islam bisa diterima dan dianut oleh mereka yang sebelumnya terbiasa dengan adat-istiadat masyarakat Arab yang begitu mengakar kuat? Bagaimana mereka meyakini agama baru yang dibawa oleh Rasulullah saw. sebagai agama paling benar dan sempurna kemudian menjadi pemeluknya? Bagaimana pula reaksi orang-orang yang mengetahui bahwa mereka telah meninggalkan agama nenek moyang, yaitu menyembah berhala?
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di antaranya adalah seperti berikut.
a. Pribadi Rasulullah saw. yang begitu luhur dan agung. Tidak pernah ia melakukan hal-hal yang tercela dan hina. Ia adalah pribadi yang sangat jujur dan amanah (al-Amin), sabar, bijaksana, dan lemah-lembut dalam menyampaikan ajakan serta ajaran Islam.
b. Ajaran Islam yang rasional, logis, dan universal, menghargai hak-hak asasi manusia, memberikan hak yang sama, keadilan, dan kepastian hidup setelah mati.
c. Menyempurnakan ajaran-ajaran sebelumnya, yaitu ajaran-ajaran yang dibawa oleh para rasul terdahulu berupa penyembahan terhadap Allah Swt., berbuat baik terhadap sesama, menjaga kerukunan, larangan perbuatan tercela seperti membunuh, berzina dan lain sebagainya.
d. Kesadaran akan tradisi dan kebiasaan-kebiasaan lama yang begitu jauh dari nilai-nilai ketuhanan dan nilai-nilai kemanusiaan. Berdakwah secara diam-diam atau rahasia (al-Da’wah bi al-Sirr) ini dilaksanakan Rasulullah saw. selama lebih kurang tiga tahun. Setelah memperoleh pengikut dan dukungan dari keluarga dan para sahabat, selanjutnya Rasulullah saw. mengatur strategi dan rencana agar ajaran Islam dapat diajarkan dan disebarluaskan secara terbuka.
2. Dakwah secara Terang-terangan (al-Da’wah bi al-Jahr)
Dakwah secara terang-terangan (al-Da’wah bi al-Jahr) dimulai ketika Rasulullah saw. menyeru kepada orang-orang Mekah. Ia berdiri di atas sebuah bukit dan berteriak dengan suara lantang memanggil mereka. Beberapa keluarga Quraisy menyambut seruannya. Kemudian, ia berpaling kepada sekumpulan orang sambil berkata, “Wahai orang-orang! Akankah kalian percaya jika saya katakan bahwa musuh Anda sekalian telah bersiaga di sebelah bukit (Śafa) ini dan berniat menyerang nyawa dan harta kalian?” Mereka menjawab, “Kami tak mendengar Anda berbohong sepanjang hayat kami.” Ia lalu berkata, “Wahai bangsa Qurasy! Selamatkanlah dirimu dari neraka. Saya tak dapat menolong Anda di hadapan Allah Swt. Saya peringatkan Anda sekalian akan siksaan yang pedih!” Ia menambahkan, “Kedudukan saya seperti penjaga, yang mengamati musuh dari jauh dan segera berlari kepada kaumnya untuk menyelamatkan dan memperingatkan mereka tentang bahaya yang akan datang.”
Seriring dengan itu, turun pula wahyu Allah Swt. agar Rasulullah saw. melakukannya secara terang-terangan dan terbuka. Mengenai hal tersebut, Allah Swt. berfirman, yang artinya: “Maka sampaikanlah (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang yang musyrik.” (Q.S. al-Hijr/15:94). Baca pula firman Allah dalam Q.S. asy-Syua’ara/26:214-216.
Berdasarkan ayat-ayat di atas, Rasulullah saw. yakin bahwa sudah saatnya ia dan para pengikutnya untuk menyebarluaskan ajaran Islam secara terbuka dan terang-terangan. Dengan dukungan istrinya Siti Khadijah, paman yang setia membelanya, yaitu Abu Talib, serta para sahabat dan pengikutnya yang setia ditambah pula dengan keyakinan bahwa Allah Swt. senantiasa menyertai, dimulailah dakwah suci ini. Pertama-tama dakwah dilakukan kepada sanak keluarga, kemudian kepada kaumnya, dan penduduk Kota Mekah yang saat itu penyembahan berhala begitu kuat.
Dari kalangan keluarga, ia mengajak paman-pamannya termasuk Abu Lahab dan Abu Jahal yang terkenal sangat menentang dakwah Rasul. Mereka menolak mentah-mentah ajakan Rasulullah saw. seraya mengatakan bahwa agama merekalah yang paling benar. Penolakan yang disertai ejekan, cemoohan, hinaan bahkan ancaman tersebut tidak lantas membuat Rasulullah saw. berputus asa dan berhenti melakukan dakwah. Justru beliau makin tertantang untuk terus mengajak masyarakat memeluk agama tauhid.
Melihat kenyataan tersebut, Abu Lahab, Abu Sufyan, dan kalangan bangsawan serta pemuka Quraisy lainnya, meminta para penyair-penyair Quraisy untuk mengolok-olok dan mengejek Nabi Muhammad saw. Selain itu, mereka juga menuntut Muhammad untuk menampilkan mukjizatnya seperti apa yang telah ditampilkan oleh Musa as. dan Isa as. Seperti menjadikan bukit Śafa dan Marwah berubah menjadi bukit emas, menghidupkan orang yang sudah mati, menghalau bukit-bukit yang mengelilingi Mekah, memancarkan mata air yang lebih baik dari zam-zam. Tidak sampai di situ, bahkan mereka mengolok-olok Nabi dengan menyatakan mengapa Allah Swt. tidak menurunkan wahyu tentang harga barang-barang dagangan agar mereka dapat berspekulasi.
Semua cemoohan, ejekan, dan ancaman yang ditujukan kepada Rasulullah saw. dan para pengikutnya makin melecut semangat Rasulullah saw. dengan terus bertambahnya jumlah pengikutnya. Pelan tapi pasti, pengaruh Rasulullah saw. dan ajaran Islam semakin diterima oleh masyarakat Mekah yang telah muak dengan praktik-praktik kotor jahiliah.
Kenyataan ini mendorong para pemuka Quraisy datang kembali kepada Abu Talib, paman yang selalu membela Rasul. Mereka membawa seorang pemuda yang gagah yang bernama Umarah bin al-Walid bin al-Mugirah untuk ditukarkan dengan Nabi Muhammad saw. yang ditolak oleh Abu Talib. Nabi Muhammad saw. terus saja berdakwah.
Untuk yang ketiga kalinya, para pembesar Quraisy datang kepada Abu °alib. Mereka berkata, “Wahai Abu Talib, Anda orang yang terhormat dan terpandang di kalangan kami. Kami telah meminta Anda untuk menghentikan kemenakanmu, tetapi Anda tidak juga memenuhi tuntutan kami! Kami tidak akan tinggal diam menghadapi orang yang memaki nenek moyang kami, tidak menghormati harapan-harapan kami, dan mencacimaki berhala-berhala kami. Sebaiknya, Anda sendirilah yang menghentikan kemenakan Anda, atau jika tidak, kami akan lawan hingga salah satu pihak binasa”.
Sejak saat itu, orang-orang Quraisy mencaci-maki dan menyiksa kaum muslimin tidak terkecuali Nabi sendiri. Peristiwa yang paling terkenal adalah penyiksaan Bilal (seorang budak dari Abisinia). Ia dipaksa untuk melepaskan agama, dicambuk, dicampakkan di padang pasir, dan dadanya ditindih dengan batu yang lebih besar dari badannya. Dalam siksaan semacam itu, Bilal tetap teguh dengan keyakinannya; mulutnya terus mengucapkan Ahad, Ahad, ... (Allah Maha Esa, Allah Maha Esa). Bilal terus menerus mengalami siksaan hingga ia dibeli oleh Abu Bakar Siddik. Sebagai orang kaya, Abu Bakar banyak sekali memerdekakan budak di antaranya adalah budak perempuan Umar bin Khattab.
Meskipun Nabi Muhammad saw. telah mendapat perlindungan dari Banu Hasyim dan Banu Mutalib, ia masih juga mengalami penyiksaan. Ummu Jamil, istri Abu Lahab, melemparkan najis ke depan rumahnya. Demikian juga Abu Jahal yang melemparkan isi perut kambing kepada Nabi Muhammad saw. ketika ia sedang śalat. Intimidasi dan penyiksaan yang dialami oleh Nabi Muhammad saw. dan para pengikutnya berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama. Kian hari kian keji siksaan yang mereka terima. Namun demikian, Nabi Muhammad saw. dan para sahabatnya tetap tabah dan terus memelihara dan meningkatkan keyakinan dan keimanan mereka.
Demikianlah, setiap hari jumlah pengikut Nabi Muhammad saw. terus bertambah. Kenyataan ini menyesakkan dada kaum Quraisy. Oleh karena itu, mereka mengutus Utbah bin Rabi’ah untuk bertemu dengan Nabi Muhammad saw. Dalam pertemuannya dengan Nabi Muhammad saw. ia mengatakan, “Wahai anakku, dari segi keturunan engkau mempunyai tempat (bermartabat) di kalangan kami. Kini engkau membawa perkara besar yang menyebabkan kaum Quraisy terpecah belah. Kini dengarkanlah, kami akan menawarkan beberapa hal. Kalau engkau menginginkan harta, kami siap mengumpulkan harta kami sehingga engkau menjadi yang terkaya di antara kami. Jika engkau menginginkan pangkat atau jabatan, kami akan angkat engkau menjadi pemimpin kami; kami tak akan memutus satu perkara tanpa persetujuanmu. Kalau kedudukan raja yang engkau cari, kami akan nobatkan engkau menjadi raja. Jika engkau mengidap penyakit syaraf yang tidak dapat engkau sembuhkan, akan kami usahakan penyembuhannya dengan biaya yang kami tanggung sendiri hingga engkau sembuh”. Mendengar tawaran itu, Nabi Muhammad saw. membacakan surat al-Sajdah kepada Utbah. Ia terdiam dan tertegun serta insaf bahwa ia berhadapan dengan seorang yang tidak gila harta, tidak berambisi pada kekuasaan, dan bukan pula orang yang gila.
Utbah kembali kepada Quraisy dan menceritakan pengalamannya ketika bertemu dengan Nabi Muhammad saw. serta menyarankan agar mereka membiarkan Nabi Muhammad saw. berhubungan secara bebas dengan semua orang Arab. Usul Utbah tentu tidak dapat mereka terima, sebab mereka belum merasa puas jika belum mengalahkan Nabi Muhammad saw. Karena itu, mereka meningkatkan penyiksaan baik kepada Nabi Muhammad saw. maupun kepada para pengikutnya.
Dengan semangat kerasulannya serta keyakinan akan kebenaran ajaran Ilahi, gerakan dakwah Rasulullah saw. makin tersebar luas. Teman, sahabat, bahkan orang yang tidak dikenalnya, baik dari kalangan bangsawan terhormat maupun dari golongan hamba sahaya banyak yang mendengar dan memahami ajaran Islam, kemudian memeluk agama Islam dan beriman kepada Allah Swt. Rasulullah saw. makin tegas, lantang dan berani, tetapi tetap komitmen terhadap tugas, fungsi dan wewenangnya sebagai rasul utusan Allah Swt.
No comments:
Post a Comment